Selasa, 11 Juni 2013

Stalking

Stalking adalah kata yang digunakan dalam menunjuk pada suatu perhatian yang tidak diharapkan dari seseorang atau mungkin sekelompok orang terhadap orang lain. Dalam dunia psikologi sendiri kata stalking digunakan untuk mendefinisikan suatu bentuk perilaku yang cenderung bersifat gangguan, hal ini juga digunakan pada bidang hukum dimana stalking didefinisikan sebagai salah satu bentuk tindakan kriminal. Pada awalnya Stalking digunakan dalam mengartikan tindakan mengganggu yang didapati oleh para orang terkenal, seperti selebritis, dari seseorang yang tidak ia kenal dimana orang tersebut yang mana para pelakunya telah memiliki suatu bentuk obsesi tersendiri kepada para korbannya. Hal ini pertama kali digunakan dalam sebuah tabloid di Amerika.



Dalam bidang psikologi dan psikiatri sendiri stalking diartikan oleh Meloy (1998) dan juga Stieger, Burger dan Schild (2008), yang mana oleh mereka suatu perilaku dapat dikategorikan sebagai stalking jika korban melaporkan sekurang-kurangnya 2 bentuk perilaku yang bersifat mengganggu dimana waktu kejadiannya terjadi kurang dari 2 minggu dan selalu memberikan rasa takut kepada korbannya.

Ranah Perilaku

Stalking telah diterapkan kedalam banyak bentuk dari perilaku, yang juga didasari oleh berbagai macam motif. Obsesi adalah dasar dari perilaku stalking, dimana sang pelaku akan melakukan observasi dan juga melakukan kontak dengan korbannya semua ini bertujuan untuk memenuhi keinginannya untuk memiliki kedekatan dengan korban. Tidak jarang juga bahwa para stalker mengikuti korban sampai ketempat mereka beraktifitas dan sampai ketempat mereka tinggal, juga mereka tertarik terhadap informasi-informasi yang bersifat personal dari korbannya seperti nomor telepon, alamat email, ukuran pakaian, nama lengkap dan lain-lain yang cenderung bersifat privasi. dimana mereka juga berusaha mencari informasi tentang jati diri korban melalui berbagai macam hal seperti internet, arsip personal, atau media lain yang mengandung informasi tentang diri korban, bahkan ada yang sampai mendekati orang-orang terdekat dari korban untuk memperoleh hal tersebut yang jelas dilakukan tanpa ijin.

Karakteristik diri seorang stalker cenderung memiliki kepercayaan yang salah didalam dirinya, terkadang kepercayaan salah itu berbentuk bahwa orang yang menjadi targetnya memiliki rasa cinta kepada sang stalker. Dasar ini muncul dari kecenderungan Erotomania (suatu bentuk gangguan kepribadian dimana penderitanya yakin bahwa seseorang yang lebih tinggi status sosialnya mencintai dirinya, dan hal ini biasa ditemukan pada pria) yang dimiliki pada seorang stalker. Selain itu perilakunya juga didasari oleh keinginan sang stalker untuk menolong korbannya dari sesuatu, padahal jelas bahwa orang tersebut tidaklah memerlukan pertolongan. Sehingga stalking juga dapat dikemas dalam suatu tindakan yang bersifat legal seperti menelepon, mengirimkan hadiah atau mengirimkan surat dan email. Namun semua itu datang dari orang yang tidak diharapkan dan malahan menimbulkan gangguan dan ketidak-nyamanan, karena sang korban tidak mengerti apa maksud dan tujuan dari para stalker yang berperilaku berlebihan itu.

Perilaku merugikan sang korban seperti fitnah dan mencemarkan nama baik korban seringkali ditemui dalam suatu kasus, hal ini merupakan suatu cara bagi stalker untuk dapat berperilaku kejam yang merupakan hasrat mereka kepada para korbannya, dilakukan tanpa empati, seperti merasakan apa kira-kira yang dirasakan orang lain dari apa yang telah ia lakukan terhadapnya, tidak ada rasa empati pada diri seorang stalker, mereka cacat dalam hal tersebut, membuat mereka menjadi lebih sadis, seperti dikatakan oleh Dr. Meloy (1998), bahwa setiap stalker adalah psikopat, yaitu pribadi yang tidak memiliki hati nurani dan memiliki tingkat narsisis yang terlampau tinggi. Selain itu perilaku sadis yang mereka tunjukkan mendapat dorongan dari dalam pikiran mereka yang telah mengalami berbagai macam waham, dan biasanya daripadanya mereka mendapat kesimpulan bahwa diri korban memang pantas diperlakukan dengan cara yang demikian.

Stalker memandang para korbannya buruk dan lemah sehingga dari kepercayaan sesat itu mereka merasa pantas untuk memperlakukan para korbannya dengan buruk atau bahkan berperilaku seperti ingin menolong mereka. Hal ini semakin mendorong waham didalam pikiran mereka untuk dapat memperlakukan sang korban dengan layaknya apa yang mereka delusikan seperti untuk disakiti atau untuk ditolong. Jika mereka menebar fitnah dan juga menyebarkan kejelekan karakter dari sang korban, hal tersebut akan dapat mengisolasi kehidupan sang korban yang pada akhirnya akan menimbulkan perasaan akan kekuasaan bagi stalker dan kendali lebih atas diri korban. Adapun kiranya para stalker melakukan diagnosa terhadap sang korban terhadap dengan kesimpulan bahwa sang korban memiliki suatu gangguan mental tertentu yang menyebabkan dirinya perlu ditolong atau mungkin perlu disakiti, kepercayaan ini sangat absolut didalam diri stalker yang mengakibatkan korban merasa sangat tertekan.

Perilaku manipulatif adalah senjata bagi stalker, tindakan yang bersifat legal namun penuh dengan gangguan adalah salah satu cara dari sikap manipulatif yang mereka miliki. Akan lebih berbahaya jika korban sampai termakan oleh perilaku manipulatif mereka karena seorang stalker menginginkan suatu hal yang cenderung tidak rasional bagi korbannya. Bahkan demi mendapat perhatian dari korbannya tidak jarang ada bentuk perilaku stalker yang sampai mengancam akan melakukan bunuh diri jika tuntutannya tidak dipenuhi. Semua ditujukan agar sang korban mau membuka hubungan dengan dirinya. Bentuk-bentuk ancaman dan kekerasan seperti perusakan barang-barang korban sering kali ditemui dalam kasus-kasus perilaku stalking. setelah menakut-nakuti korban, bentuk kejahatan biasanya berlanjut kepada perilaku kekerasan seksual dan juga penyerangan secara fisik yang dari keduanya dapat menimbulkan bekas yang serius pada jiwa dan raga korban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar