Kelompok 2 Pedagogi
PERENCANAAN & HASIL
PEMBELAJARAN PEDAGOGI
Program pembelajaran
: Berhitung sambil bermain.
Pendahuluan
:
Anak merupakan anugerah terindah bagi setiap
keluarga. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan berbagai petensi
yang khas dan unik. Potensi yang dimiliki anak perlu dikembangkan supaya anak
meraih keberhasilam dalam hidupnya. Peran pendidik (orang tua, guru dan orang
dewasa) sangat penting dalam mendukung perkembangan potensi anak, upaya
perkembangan tersebut dilakukan melalui bermain sambil belajar atau belajar
seraya bermain.
Pada masa anak-anak bermain merupakan dasar bagi
perkembangan karena bermain itu merupakan dasar bagi perkembangan dan sumber
energi bagi perkembangan mereka. Bermain merupakan bagian dari perkembangan
suatu ekspresi dari personalitas perkembangan mereka. Bermain merupakan bagian
dari perkembangan anak, sense of self,
kapasitas sosial dan fisik. Pada saat yang sama, melalui bermain anak-anak
mengarahkan energi mereka untuk melakukan aktivitas yang mereka pilih. Tugas
orang tua dan pendidik untuk memperhatikan sifat-sifat yang menjadi dasar
kecerdasan anak agar bertahan sampai tumbuh dewasa, dengan memberikan faktor
lingkungan dan stimulasi yang baik untuk merangsang dan mengoptimalkan fungsi
otak anak dan kecerdasan otak anak.
Pada dasarnya
setiap anak dianugerahi kemampuan logika matematika Gardner dalam Musfiroh
(2005:53) mendefinisikan kecerdasan matematika logis sebagai kemampuan
penalaran ilmiah. Perhitungan secara matematika berfikir logis, penalaran
induktif, deduktif dan ketajaman pola-pola abstrak serta hubungan dapat juga
berfungsi sebagai kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
kebutuhan matematika sebagai solusinya. Menurut Masitoh (2007: 18) pendidikan
anak usia dini merupakan suatu upaya yang ditunjukan kepada anak sejak lahir
sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan dengan pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memilih kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Anak usia dini
merupakan anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun. Usia ini secara
stimologi disebut sebagai usia prasekolah. Perkembangan kecerdasan pada usia
ini mengalami peningkatan dari 50% sampai 80%. Menurut Musfiroh Tadkirotun
(2005: 23) anak usia 5-6 tahun sedang dalam taraf perkembangan fase
praoperasional. Anak belajar lebih baik melalui benda-benda nyata. Mengerjakan
angka 1,2,3 akan lebih baik jika berkoresponden dengan benda-benda, misalnya :
satu dengan satu bentuk origami (angka yang di bentuk dengan origami) dan
seterusnya.
Anak usia 3-4 tahun pun dapat menciptakan apapun
yang dia inginkan melalui benda-benda di sekitarnya. Namun demikian, tidak
seperti perkembangan bahasa, pertumbuhan berhitung yang mulai berkembang ini
sering tidak diperhatikan oleh orang tua dan pengasuh. Ini terjadi karena
adanya pemahaman yang telah meluas bahwa berhitung matematika adalah ilmu yang
hanya biasa dipelajari di sekolah dan jika kita tidak menulis angka-angka, kita
tidak sedang mengerjakan matematika. Pemahaman untuk berhitung juga berhubungan
dengan pengetahuan terhadap strategi dalam menghitung yang berkaitan dengan
menjumlah dan mengurangi. Pengembangan kemampuan dasar berhitung dapat
dilakukan dengan membiasakan anak berinteraksi dengan situasi yang berkaitan
dengan menghitung, seperti menanyakan dan menghitung kehadiran anak di sekolah
dan memberi tugas anak menata meja dengan satu piring, satu gelas, dan satu
sendok makan dan sering memberi permainan yang mengandung giliran. Sesuai dengan
karakteristik matematika, maka balajar matematika lebih cenderung termasuk ke dalam
kemampuan kognitif yang proses dan hasilnya tidak dapat dilihat langsung dalam
konteks perubahaan tingkah laku. Di TK sampai saat ini pengenalan konsep
matematika masih berkisar pengenalan angka, bentuk geometri, berhitung atau
membilang dan mengoprasikan bilangan yang terkadang kegiatan tersebut belum
dimengerti anak karena tidak menggunakan media atau alat permainan yang
menarik. Salah satu kegiatan pembelajaran di TK yang dapat mengembangkan
kemampuan berhitung anak yaitu melalui permainan kreatifitas dan dalam bentuk
warna-warna seperti origami sejauh ini kemampuan berhitung anak didik masih
kurang baik, seperti anak kurang memperhatikan guru saat memberikan instruksi
sehingga anak tidak mampu menyelesaikan perintah guru. Anak masih sering lupa
dalam pengenalan berhitung. Hal tersebut diatas disebabkan karena
- Kurangnya minat anak dalam kegiatan pembelajaran karena kurang tersedianya media/alat peraga untuk pembelajaran berhitung.
- Kurangnya kemampuan anak didik dalam mengenal angka mengembangkan imajinasi, seperti anak sering lupa dengan urutan bilangan dan yang ketiga kurangnya pengetahuan tentang berhitung anak didik dalam mengerjakan tugas dari guru dikarenakan banyak anak didik yang kurang mengerti dan memahami penjelasan dari guru.
Berdasarkan keadaan tersebut, sebagai calon
pendidik, kami orang dewasa yang bertanggung jawab dalam hal ini berkonsep
Pedagogi merasa perihatin jika hal-hal tersebut dibiarkan terus menerus yang
berdampak pada anak kurang mampu mengekspresikan diri dan berkreasi sesuai
dengan imajinasi mereka. Sehingga kami akan mencoba mengadakan perbaikan dalam
kegiatan pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas. Dengan menggunakan
media yang tersedia di lingkungan sekitar akan mempermudah anak didik untuk
belajar berhitung.
Landasan
Teori
:
Berhitung.
Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran
anak berkembang dan berfungsi untuk dapat berpikir. Perkembangan kognitif
adalah gabungan dari kedewasaan otak dan sistem saraf, serta adaptasi dengan
lingkungan. Semua anak memiliki pola perkembangan kognitif yang sama melalui
empat tahapan Piaget (Slamet Suyanto, 2005:53), yaitu :
- Sensorimotor (0-2 tahun), pada tahap ini anak lebih banyak menggunakan gerak refleks dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungan disekitarnya. Anak pada tahap ini peka dan suka terhadap sentuhan yang diberikan dari lingkungannya. Pada akhir tahap sensorimotor anak sudah dapat menunjukan tingkah laku intelegensinya dalam aktivitas motorik sebagai reaksi dari stimulus sensoris.
- Praoperasional (2-7 tahun), pada tahap ini anak mulai menunjukan proses berpikir yang lebih jelas di bandingkan tahap sebelumnya, anak mulai mengenali simbol termasuk bahasa dan gambar
- Konkret Operasional (7-11 tahun), pada tahapan ini anak sudah mampu memecahkan persoalan sederhana yang bersifat konkrit, anak sudah mampu berpikir berkebalikan atau berpikir dua arah, misal 3 + 4 = 7 anak telah mampu berfikir jika 7 – 4 = 3 atau 7 – 3 = 4, hal ini menunjukan bahwa anak sudah mampu berpikir berkebalikan.
- Formal operasional (11 tahun ke atas), pada tahap ini anak sudah mampu berpikir secara abstrak, mampu membuat analogi, dan mampu mengevaluasi cara berpikirnya.
Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa perkembangan anak
bersifat kontinyu dari tahap ke tahap dan tidak terputus. Pada tiap anak
berbeda-beda dalam mencapai suatu tahapan, terkadang batas antara tahap satu
dengan tahap lainnya tidak begitu terlihat.
Anak usia TK berada pada tahap praoperasional (2-7
tahun). Istilah praoperasional menunjukan pada pengertian belum matangnya cara
kerja pikiran. Pemikiran pada tahap ini masih kacau dan belum terorganisasi
dengan baik (Santrock, 2002:251). Pada tahap usia ini sifat egosentris pada
anak semakin nyata.
Adapun ciri-ciri berpikir pada tahap praoperasional Rita
Eka Izzaty, dkk, (2008:88), diantaranya:
- Anak mulai menguasai fungsi simbolis, anak telah mampu bermain pura-pura dan kemampuan berbahasanya semakin sistematis.
- Anak suka melakukan peniruan (imitasi) dengan apa yang dilihatnya. Peniruan ini dilakukan secara langsung maupun tertunda, yang dimaksud peniruan yang tertunda adalah anak tidak langsung meniru tingkah laku orang yang dilihatnya melainkan ada rentang waktu beberapa saat baru menirukan.
- Cara berpikir anak yang egosentris, dimana anak belum mampu untuk membedakan sudut pandang seseorang dengan sudut pandang orang lain. Anak masih menonjolkan “aku” dalam setiap keadaan.
- Cara berpikir anak yang centralized, yaitu cara berpikir anak masih terpusat pada satu dimensi saja. Contoh, seorang anak dihadapkan pada dua gelas yang diisi air berbeda, yang satu air putih dan yang satu air teh dengan volume yang sama antara air putih dan air teh sehingga terlihat sejajar atau sama banyak, jika anak ditanya apakah air putih dan air teh sama banyak? Anak akan menjawab “ya”, kemudian anak diminta menuang air putih tersebut ke dalam gelas yang lain yang ukurannya lebih lebar sehingga jika dituang air putih terlihat lebih sedikit. Anak ditanya lebih banyak yang mana antara air putih dan air teh? anak akan menjawab lebih banyak air teh daripada air putih karena air teh lebih tinggi dari air putih. Dalam hal ini anak tidak memikirkan lebar gelas yang digunakan tetapi hanya memperhatikan tinggi air jika disejajarkan. Cara berfikir yang seperti ini dikatakan belum menguasai gejala konservasi.
- Berpikir tidak dapat dibalik, operasi logis anak belum dapat dibalik. Pada tahap ini anak belum dapat berpikir berkebalikan (reversibel) atau berpikir dua arah, contoh anak memahami jika 4 + 2 = 6, namun anak belum dapat memahami jika 6 – 2 = 4 atau 6 – 4 = 2.
- Berpikir terarah statis, anak belum dapat berpikir tentang proses terjadinya sesuatu.
Penjelasan
: Kami ingin memberikan pelajaran dengan
konsep belajar sambil bermain yang dikhususkan untuk belajar berhitung dengan
metode menggunakan alat bantu seperti kertas warna-warni yang akan dibentuk
menjadi angka-angka sehingga anak-anak akan lebih tertarik untuk belajar
Subjek : 8
orang anak yang memiliki rentang usia 4-6 tahun
Lokasi : Jl.
Dr. Mansyur Gang Sipirok
Waktu :
- Kamis, 23 April 2015
- Jumat, 24 April 2015
- Sabtu, 25 April 2015
Durasi Kegiatan
: 60 menit untuk setiap pertemuan
Rencana Kegiatan :
Kamis,
23 April 2015 {pertemuaan 1}
- Perkenalan
- Belajar berhitung
- Tanya jawab tentang berhitung
- Games
- Doa dan Penutup
Jumat,
24 April 2015 {pertemuaan 2}
- Ice breaking
- Belajar berhitung
- Tanya jawab tentang berhitung
- Games
- Doa dan Penutup / Sayonara
Sabtu, 25 April 2015
{pertemuaan 3}
- Opening
- Belajar berhitung
- Ice Breaking
- Tanya jawab tentang berhitung
- Games
- Penutupan
Media :
- Alat tulis
- HP/ Tab
- Buku tulis
- Origami
Perincian Biaya
Origami : Rp 10.000,-
Buku
Tulis : Rp 2.250,- (8 x Rp. 2.250,-)
= Rp. 18.000,-
Alat
Tulis : Rp. 1.500,- ( 8x Rp. 1.500,-)
= Rp. 12.000,-
Jumlah
: Rp 40.000,-
Hari pertama (23 April 2015)
- Sample : 4 orang anak
- Ongkos : -
- Reward : Rp 4000/anak (Biskuit + Susu)
Jumlah : Rp 16.000
Hari kedua (24 April 2015)
- Sample : 8 orang anak
- Ongkos :
- Reward :Rp 2000/anak (Biskuit + Roti )
Jumlah : Rp 16.000
Hari ketiga (26 April 2015)
- Sample : 8 orang anak
- Ongkos : -
- Reward :Rp 2000/anak (Roti + Permen)
Jumlah : Rp 16.000
TOTAL : Rp 48.000
Total
Keseluruhan Rp 48.000 + Rp 40.000,- = Rp 88.000,-
Peran / Tugas Anggota :
Kamis,
23 April 2015
- Pembukaan & Perkenalan : Seluruh anggota kelompok
- Pengajar : Riza Indri Sri Metami Barus
- Games : Muhammad Rizki Nugroho & Nisya Aspasia
- Dokumentasi : Eka Sartika
- Penutup : Seluruh anggota kelompok
Jumat,
24 April 2015
- Pembukaan / Ice breaking : Seluruh anggota kelompok.
- Pengajar : Nisya Aspasia
- Games : Riza Indri Sri Metami Barus & Eka Sartika
- Dokumentasi : Muhammad Rizki Nugroho
- Penutup : Seluruh anggota kelompok
Sabtu,
04 April 2015
- Pembukaan / Ice Breaking : seluruh anggota kelompok
- Pengajar : Muhammad Rizki Nugroho
- Games : Nisya Aspasia & Eka Sartika
- Dokumentasi : Riza Indri Sri Metami Barus
- Penutup : Seluruh anggota kelompok
Pelaksanaan :
Pada hari Kamis, 23 April 2015 pukul
14.35 kelompok sampai di lokasi. Hal pertama yang kami lakukan adalah menemui
orang tua dan anak didik. Setelah itu, kami langsung berkenalan dengan para
anak-anak. Saat itu anak-anak yang berada disana hanya dua orang, berbeda
dengan permintaan kami di awal yang seharusnya 3 orang. Menurut salah satu
orang tua anak didik, hal ini mungkin disebabkan anak-anak yang lain masih pada
tidur. Dua anak ini bernama Imam dan Rizi. Keduanya berusia rentang 5-6 tahun. Awalnya
sangat sulit bagi kami untuk berkenalan dengan kedua anak ini, mereka masih
malu-malu untuk berbicara bahkan untuk memperkenalkan diri. Melihat hal ini,
kami sedikit berimprovisasi dalam perkenalan. Berdasarkan hal itu, kami mencoba
membuat mengajak mereka untuk memperkenalkan diri satu per satu. Perkenalan ini
berisikan nama, usia dan hobi mereka. Mereka menyusunkan kata-kata “nama saya
adalah …..” , “usia saya …. tahun”, “Hobi saya …..”. Tidak lama setelah hal ini
berlangsung, datanglah 2 anak lagi, mereka adalah Adelia dan Boloni. Kami
melakukan hal yang serupa dengan mereka dan melanjutkan phrobing pada dua anak yang sebelumnya. Hal ini sangat berhasil,
mereka yang awalnya malu untuk berbicara namun setelah beberapa saat pendekatan
mereka mulai terbiasa berbicara dan dekat dengan kami.
Pukul
15.10, setelah suasana mencair, kami baru mulai mengajarkan materi hitung yang
sudah dipersiapkan sebelumnya. Anak-anak sangat antusias dengan materi yang
diberikan. Ditambah lagi dengan sudah mulai terbentuknya kepercayaan antara
pendidik dan terdidik. Namun di pertengahan waktu saat peralihan dari materi ke
sesi game terjadi kericuhan. Hal in
terjadi karena anak-anak disana ketika mendengar kata games memiliki persepsi bahwa mereka akan memainkan gadget. Sehingga kami harus menjelaskan
bahwa bukan itu yang kami maksud. Anak-anak disana memang terlihat sangat
tertarik dengan gadget, hal ini dapat
dilihat dari tingkah mereka setelah suasana mencair, jika melihat salah satu
dari kami memegang gadget untuk dokumentasi
akan langsung menghampiri dan menarik-narik. Hal ini menyebakan kami sulit
untuk melakukan dokumentasi pada saat
itu.
Games yang kami buat adalah
mengkombinasikan antara berhitung dan mengenal warna dengan media origami yang
berwarna-warni dan dibentuk menjadi angka-angka. Pertama-tama, pertanyaan
mengenai penjumlahan yang telah kami buat kami berikan kepada anak didik. Semua
anak didik berkesempatan untuk menjawab dengan cara tunjuk tangan. Lalu anak
didik yang paling cepat menunjukkan tangannya, dia lah yang berhak untuk
menjawab. Anak didik menjawab dengan memilih angka-angka yang telah dibentuk
dari origami. Setelah menjawab, anak didik diminta untuk menyebutkan warna dari
angka yang telah diambilnya. Anak didik yang menjawab pertanyaan dengan benar,
kami berikan reward.
Pukul 15.45 kami bersiap pulang. Kelas
diakhiri dengan membaca doa.
Pada
pertemuan kedua yaitu hari Jumat, 24 April 2015 pukul 14.00, kami sampai di
lokasi belajar. Di sana kami menemukan 4 orang anak lain lagi selain 4 anak didik
yang telah kami ajarkan pada hari sebelumnya, sehingga menjadi 8 orang. Rentang
usia mereka antara 5-6 tahun. Awalnya kami kebingungan, namun akhirnya kami
memutuskan untuk mengajari mereka semua. Materi berhitung yang kami diajarkan
di hari kedua adalah pengurangan. Setelah selesai memberikan materi, kami
mengajak mereka untuk bernyanyi bersama karena suasana sedikit ricuh dan anak
didik tidak fokus pada pengajar.
Setelah
bernyanyi bersama, kami bermain games.
Games yang kami buat di hari kedua
adalah mengkombinasikan antara pengurangan dengan penjumlahan. Cara dan media
sama dengan hari sebelumnya. Pada games
di pertemuan kedua ini lebih terasa suasana kompetisi di antara anak-anak didik
karena jumlah mereka lebih banyak dibandingkan hari pertama. Anak didik yang
menjawab pertanyaan dengan benar, kami berikan reward.
Pukul 15.30 kelas diakhiri dengan
membaca doa. Lalu kami bersiap pulang.
Di pertemuan ketiga yaitu pada hari
Sabtu, 25 April 2015 pukul 14.00, kami sampai di lokasi belajar. Di sana kami telah
ditunggu dengan anak-anak didik. Di
hari
terakhir ini kami sepakat untuk mengevaluasi dengan mengulangi materi-materi yang
telah kami berikan dihari sebelumnya dengan cara lebih banyak bermain games berhitung yang kalau anak didik yang menjawab pertanyaan dengan benar,
kami berikan reward. Kebetulan sekali
pada hari itu salah satu anggota kami ada yang berulangtahun sehingga anak
didik satu per satu menyanyikan sebuah lagu untuk anggota kami yang
berulangtahun. Setelah itu kami membuat penutupan kepada peserta didik dengan
senyampainkan terimakasih dan pesan-pesan kami kepada mereka.
Pukul 15.40 kelas diakhiri dengan
membaca doa. Lalu kami bersiap pulang.
Hasil :
Tujuan
kami melakukan kegiatan ini adalah memberikan pendidikan berhitung dengan
konsep belajar sambil bermain dengan menggunakan alat bantu seperti kertas
warna-warni yang akan dibentuk menjadi angka-angka sehingga anak-anak akan
lebih tertarik untuk belajar berhitung. Awalnya memang sulit karena anak-anak
didik terlihat tidak menyenangi pelajaran berhitung dan perhatian mereka cepat
beralih ke hal lain selama proses belajar. Mungkin dikarenakan anak-anak didik
merasa kesulitan atau karena selama ini metode yang diberikan tidak menarik
bagi mereka. Setelah kami melakukan kegiatan ini selama 2 hari, di hari ke-tiga
antusias dan perhatian anak-anak didik semakin meningkat terhadap materi yang
kami ajarkan. Anak –anak didik menjadi lebih percaya diri dengan kemampuan yang
mereka miliki. Proses belajar mengajar pun berlangsung dengan menyenangkan bagi
anak-anak didik sehingga mereka memahami materi yang kami sampaikan. Hal ini
menunjukkan kami sebagai pendidik berhasil membuat suasana belajar yang
menyenangkan. Anak-anak didik tidak hanya mampu mampu mengerjakan soal hitungan,
tetapi mereka juga menjadi lebih berani dan percaya diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar